Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan ekspor nikel pada Maret 2024. Namun, banding Februari, ekspor nikel masih tumbuh.
Nilai ekspor nikel pada Maret 2024 hanya sebesar US$ 460 juta, sedangkan pada Maret 2023 sebesar US$ 550 juta atau turun hingga sebesar 16,36%. Sementara itu, bila dibanding Februari 2024 yang senilai US$ 430 juta, ekspor nikel pada Maret 2024 masih mengalami kenaikan sebesar 6,96%.
“Tapi kalo dibanding Maret 2023 nilai ekspor nikel dan barang dari nikel mengalami penurunan,” kata Amalia saat konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (22/4/2024).
BPS juga mencatat, harga ekspor nikel di tingkat eksportir pada Maret 2024 naik dibanding bulan sebelumnya, yakni US$ 4.050 per ton dari Februari 2024 US$ 3.750 per ton. Namun, jauh dari posisi Maret 2023 seharga US$ 6.850 per ton.
Negara tujuan ekspor nikel pada Maret 2024 mayoritas adalah China dengan nilai mencapai US$ 358,05 juta, lalu Jepang senilai US$ 83,61 juta, Korea Selatan senilai US$ 11,52 juta, dan India US$ 5,36 juta.
Sebagai catatan, harga nikel mengalami penguatan menembus level psikologis US$18.000 atau sekitar Rp 291.330.000 (kurs US$1=Rp 16.185). Penguatan ini terjadi seiring dengan penundaan persetujuan kuota pertambangan Indonesia dan larangan penggunaan produk logam Rusia.
Menurut data dari London Metal Exchange (LME), pada perdagangan Kamis (18/04/2024), harga nikel kontrak 3 bulan ditutup di harga US$ 18.238 per ton atau naik 2,88%. Kenaikan ini menjadikan tren positif harga nikel sepanjang 2024. Harga nikel telah menguat 9,8% sepanjang tahun.
Artikel Selanjutnya
Ekspor Mulai Loyo, Nikel, Besi & Baja Turun Dalam
(haa/haa)